LAPORAN PROFIL MEMANJANG ILMU UKUR WILAYAH


I.       PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Setiap kali merencanakan sesuatu memerlukan pertimbangan agar rencana tersebut berjalan sesuai yang diharapkan. Perencanaan pembuatan jalan, jalan kereta api, saluran dll, merupakan beberapa contoh rencana yang kompleks yang tentunya diperlukan pertimbangan. Ilmu ukur wilayah dapat dijadikan sebagai parameter pertimbangan dalam perencanaan yang berhubungan dengan tanah.
Ilmu ukur wilayah berkaitan dengan kegiatan surveying atau kegiatan mengamati. Kegiatan survei terdiri dari pekerjaan lapangan dan pekerjaan kantor. Pekerjaan lapangan secara garis besar meliputi pengukuran kerangka dasar horizontal, pengukuran kerangka dasar vertikal, dan pengukuran detil. Sedangkan pekerjaan kantor meliputi perhitungan dan penggambaran.
Pada saat melakukan pengamatan di lapangan, terdapat kemungkinan ditemukan suatu wilayah atau lahan yang tidak rata. Lahan yang tidak rata tersebut dapat diukur dengan metode pengukuran sipat datar. Pengukuran sipat datar. Pengukuran sipat datar mempunyai maksud untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik pada permukaan bumi. Penentuan beda tinggi pada permukaan bumi bermanfaat untuk perencanaan jalan, dsb.
Dalam melakukan metode penyipat datar, alat penunjang pengukuran serta  cara mengoperasikan alat-alat tersebut harus diketahui agar meminimalisir terjadinya kekeliruan saat pembacaan data. Selain itu, prosedur dalam mengukur sipat datar juga harus diketahui. Hal ini bertujuan agar adanya efisiensi waktu ketika proses pengukuran berlangsung.
Setelah melakukan pengukuran penyipat datar, hasil yang diperoleh dituangkan dalam bentuk gambar. Gambar inilah merupakan keluaran dari pengamatan yang dilakukan di lapangan. Gambar dalam penyipat datar dapat berupa profil memanjang dan potongan tegak lapangan.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka praktikum mengenai profil memanjang dilakukan agar prosedur memanjang dapat diketahui serta mampu menuangkannya dalam gambar profil memanjang dan potongan tegak memanjang dari lahan yang diamati.
1.2        Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum profil memanjang adalah agar mahasiswa mengenal metode atau prosedur pengukuran profil memanjang, mampu menggambarkan profil memanjang dari suatu bentang alam, dan mampu menggambarkan potongan tegak lapangan untuk kepentingan pembangunan.
Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah untuk membuat trase kereta api, jalan raya, saluran air, pipa air minum, riool dan lain-lainnya.



















II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1   Ilmu Ukur Wilayah
Surveying (pengukuran) adalah suatu disiplin ilmu yang mencakup semua metode mengukur, memproses, dan menyebarluaskan informasi mengenai bentuk fisik bumi dan lingkungannya. Secara sederhana, surveying meliputi pekerjaan pengukuran jarak dan sudut. Jarak bisa berupa jarak dalam arah vertikal (yang disebut juga ketinggian) maupun jarak horizontal. Begitu juga dengan sudut, bisa diukur dalam bidang vertikal maupun horizontal (Kusumawati, 2014).
Ilmu ukur tanah (land surveying) adalah suatu tindakan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dari bentuk-bentuk di permukaan bumi. Cara memperoleh gambaran tersebut dengan jalan pengamatan dan pengukuran. Setelah memperoleh gambaran, hasil pengamatan dan pengukuran berupa gambar tersebut dituangkan ke atas kertas gambar atau bidang datar (Sudaryatno, 2012).
Menurut Kusumawati (2014), berdasarkan luas cakupan daerah pengukurannya, surveying dikelompokkan menjadi:
1.      Survei geodesi (geodetic surveying), dengan luas cakupan pengukuran lebih dari 37 km x 37 km. Rupa muka bumi merupakan permukaan lengkung.
2.      Survei tanah datar (plane surveying) atau ilmu ukur tanah, dengan luas cakupan pengukuran maksimum 37 km x 37 km. Rupa muka bumi dianggap sebagai bidang datar.
Menurut Sudaryatno (2012), terdapat tiga tahapan utama dalam kerja ukur tanah, yaitu:
1.      Melihat gambaran secara umum (taking a general view), yaitu untuk mendapatkan gambaran umum terhadap daerah yang akan dipetakan sehingga dapat ditentukan langkah-langkah kerja pengukuran, metode pengukuran yang akan digunakan, jumlah tenaga lapangan surveyor yang dibutuhkan biaya serta waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
2.      Observasi dan pengukuran (observation and measurement), dilakukan untuk mendapatkan hubungan letak atau posisi antara titik-titik yang satu dengan yang lain, dengan menentukan ukuran jarak, sudut horizontal, kadang-kadang diperlukan pula letak vertikal antara titik terhadap titik yang lain.  Posisi yang dimaksudkan dapat posisi relatif ataupun absolut.  Dalam tahap ini diperlukan pengertian yang cukup tentang penggunaan alat, spesifikasi alat ukur serta metode pengukuran.
3.      Penyajian (presentation), data yang telah dikumpulkan harus disajikan dalam suatu bentuk peta dengan simbol yang memudahkan bagi orang lain untuk mengetahui hasil pengukuran yang telah disajikan dalam bentuk grafik atau profil ataupun bentuk peta.
Peta adalah gambaran dari detail yang ada di permukaan bumi yang dipresentasikan di atas bidang datar. Penggunaan peta sangat berkaitan dengan bidang-bidang tertentu, baik sebagai alat orientasi maupun analisis. Oleh karena itu peranan peta sangat menentukan produk akhir bagi pekerjaan perencanaan maupun analisis suatu masalah (Arifin, 2011).
2.2    Pengukuran Sipat Datar
Pengukuran menyipat datar mempunyai maksud untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik pada permukaan bumi. Alat ukur yang digunakan pada pengukuran beda tinggi metode sipat datar adalah waterpass, dimana garis bidiknya dalam keadaan mendatar. Beda tinggi dua titik adalah selisih antara dua bidang datar yang melewati kedua titik yang diukur (Kusumawati, 2014).
Gambar 1. Profil Memanjang
Sumber: Kusumawati, 2014.
Datum merupakan bidang mendatar yang melewati titik B. Dalam istilah geodesi, datum ketinggian yang digunakan adalah berupa tinggi permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Berdasarkan datum tersebut dapat dikembangkan jaringan levelling, sebagai titik kontrol ketinggian yang biasanya di sebut Bench Mark (BM). Pengukuran menyipat datar mempunyai maksud untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik pada permukaan bumi.  Sebagai acuan terhadap penentuan tinggi titik-titik tersebut digunakan muka air laut rata-rata (mean sea level) atau tinggi lokal (Arifin, 2011).
Gambar 2. Prinsip Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Datar
Sumber: Arifin, 2011.
Prinsip pengukuran beda tinggi dengan alat sipat datar adalah menentukan beda tinggi antara dua titik dengan menghitung selisih bacaan benang tengah rambu muka dan rambu belakang yang didirikan pada kedua titik tersebut. Jika jarak antar titik kontrol pemetaan relatif jauh, pengukuran beda tinggi dengan penyipat datar tak dapat dilakukan dengan satu kali berdiri alat. Oleh karena itu antara dua buah titik kontrol yang berturutan dibuat beberapa slag dengan titik-titik bantu pengukurannya dibuat secara berantai (Arifin, 2011).

Gambar 3. Pengukuran Sipat Datar
Sumber: Ferdian, 2012.
Menurut Gusnadi (2012), dalam pengukuran tinggi ada beberapa istilah yang sering digunakan, yaitu :
1.      Garis vertikal adalah garis yang menuju kepusat bumi, yang umum dianggap sama dengan garis unting-unting.
2.      Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap titik.
3.      Bidang horizontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.
4.      Datum adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untuk ketinggian, misalnya permukaan laut rata-rata.
5.      Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum.
6.      Bench Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya terhadap datum yang dipakai.
7.      1 slag = satu kali alat berdiri untuk mengukur rambu muka dan belakang.
8.      1 seksi = terdiri dari beberapa slag yang diukur pulang – pergi.
9.      1 kring/ sirkuit = terdiri dari beberapa seksi yang membentuk sirkuit.
Gambar 4. Arah Pergerakan Sipat Datar Memanjang
Sumber: Gusnadi, 2012.
Pelaksanaan pengukuran sipat datar profil memanjang tidak jauh berbeda dengan sipat datar memanjang, yaitu dilakukan sepanjang garis tengah (as) jalur pengukuran dan dilakukan pada setiap perubahan yang terdapat pada permukaan tanah. Jarak diukur dengan pita ukur dan dicek dengan jarak optis. Hasil pengukuran ini nantinya merupakan titik ikat bagi sipat datar profil memanjang maupun melintang (Kusumawati, 2014).
Menurut Ferdian (2012), koreksi kesalahan profil memanjang apabila elevasi BM sudah diketahui, diketahui melalui:
1.      Pada titik pengikatan dengan 1 BM, maka beda tinggi dikoreksi dengan rata-rata pergi-pulang.
2.      Pada titik pengikatan dengan 2 BM, maka perlu meratakan kesalahan yang terjadi sepanjang pengukuran, dengan menghitung rata-rata beda tinggi kemudian menghitung koreksi rata-rata.
2.3     Alat Penyipat Datar
Menurut Hidayat (2013), peralatan yang digunakan ketika melakukan waterpassing adalah:
1.      Dumpy Level/Waterpass/Sipat Datar
Dumpy level adalah alat penyipat datar. Dalam pengukuran tanah, dumpy level dipasang diatas kaki tiga (tripod) dan pandangan dilakukan melalui teropong, dalam hal ini memindahkan ketitik lainnya.
2.      Levelling Tripod
Merupakan alat penegak atau mendirikan alat waterpass yang disimpan diatas tripod (kaki tiga)  untuk menstabilkan alat yang dipasang.
3.      Levelling Rods/Rambu Ukur
Syarat – syarat seperti rambu ukur untuk penyipat datar adalah tidak boleh bergerak pada saat digunakan, berada pada posisi tegak lurus serta meletakkan alat harus pada titikyang diamati. Pembacaan rambu ukur adakalanya terjadi pemuaian dan penyusutan pada skala rambu ukur akibat perubahan temperatur yang akan menyebabkan kesalahan dalam pembidikan untuk pengambilan data.
4.      Kompas
5.      GPS
6.      Measuring Tools, dalam hal ini berupa meteran.
7.      Payung, melindungi alat dari sinar matahari langsung.
Menurut Arifin (2011), terdapat kemungkinan timbul kekeliruan dalam proses pengukuran. Kekeliruan dalam pengukuran disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut adalah:
1.      Kesalahan perorangan dan alat
a.       Kekeliruan dalam membaca angka pada rambu dapat diatasi dengan membaca ketiga benang diafragma.
b.      Kekeliruan penulis dalam mencatat data ukur.
c.       Karena kesalahan pemegang rambu waktu menempatkan  rambu di atas titik sasaran.
d.      Garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo.
e.       Kesalahan karena garis nol skala dan kemiringanr rambu.
2.   Kesalahan yang bersumber dari alam
a.       Pengaruh melengkungnya sinar (refraksi).
Sinar cahaya yang datang dari rambu ke alat penyipat datar karena melalui lapisan-lapisan udara yang berbeda baik kepadatan, tekanan maupun suhunya maka sinar yang datang bukanlah lurus melainan melengkung.
b.      Pengaruh melengkungnya bumi.
Sesuai dengan prinsip dasar pengukuran beda tinggi, maka beda tinggi antara titik A dan B sama denagn jarak antara bidang nivo melalui titik A dan bidang nivo yang melalui b. Pengaruh kelengkngan bumi pada rambu belakang adalah bb” sedangkan pada rambu muka adalah mm”.
c.       Pengaruh karena masuknya statif alat penyipat datar ke dalam tanah.
Alat penyipat datar selama pengukuran mungkin saja bergerak ke samping ataupun ke bawah, sehingga gelembung nivo pada alat penyipat datar tidak di tengah lagi, dengan demikian garis bidik tidak mendatar lagi. Meskipun demikian alat penyipat datar dapat saja bergerak ke dalam tanah tetapi gelembung nivo tetap di tengah. Masuknya statif penyipat datar ke dalam tanah akan memberi pengaruh pada hasil pengukuran.
d.      Pengaruh sinar matahari dan getaran udara
Alat penyipat datar apabila selalu kena sinar matahari maka akan menimbulkan perubahan pada gelembung nivo sehingga akan mengakibatkan kesalahan pada hasil pengukuran. Untuk menghindari hal tersebut pada waktu pengukuran alat penyipat datar harus dilindungi dengan payung. Pengaruh getaran udara ini dapat di hindari dengan melakukan pengukuran pada waktu lapisan udara tenang yaitu waktu pagi dan sore.
2.4    Galian dan Timbunan
Pengukuran topografi adalah suatu pekerjaan penentuan tempat kedudukan baik secara horizontal maupun vertikal pada segala sesuatu yang terdapat pada permukaan areal tanah yang diukur. Pekerjaan pengukuran topografi berguna untuk mendapatkan data pengukuran mengenai letak, elevasi dan konfigurasi dari areal tanah, dimana data tersebut dapat dilukiskan pada suatu peta yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya yang dikenal dengan peta topografi. Pengukuran topografi juga dilakukan di bidang pekerjaan penggalian dan penimbunan tanah. Penggalian dan penimbunan tanah merupakan salah satu bidang pekerjaan yang erat kaitannya dengan perhitungan volume. Perhitungan volume menjadi sangat penting dalam bidang tersebut karena berhubungan dengan volume tanah yang dibutuhkan untuk digali atau ditimbun berdasarkan rencana proyek, yang disebut cut and fill (Kahar, Kasida, & Awaluddin, 2013)
Galian dan timbunan atau yang lebih dikenal oleh orang-orang lapangan dengan cut and fill adalah bagian yang sangat penting baik pada pekerjaan pembuatan jalan, bendungan, bangunan, dan reklamasi. Galian dan timbunan dapat diperoleh dari peta situasi yang dilengkapi dengan garis - garis kontur atau diperoleh langsung dari lapangan melalui pengukuran sipat datar sepanjang jalur proyek atau bangunan. Perhitungan galian dan timbunan dapat dilakukan dengan menggunakan peta situasi dengan metode penggambaran profil melintang sepanjang jalur proyek atau metode grid (griding) yang meninjau galian dan timbunan dari tampak atas dan menghitung selisih tinggi garis kontur terhadap ketinggian proyek ditempat perpotongan garis kontur dengan garis proyek. Dalam survei rekayasa, penentuan volume tanah adalah suatu hal yang sangat lazim. Seperti halnya pada perencanaan pondasi, galian dan timbunan pada rencana irigasi, jalan raya, jalan kereta api, penanggulangan sepanjang aliran sungai, perhitungan volume tubuh bendung, dan lain-lain, tanah harus digali dan dibuang ke tempat lain atau sebaliknya (Amanullah & Khomsin, 2013).








III.       METODE PRAKTIKUM
3.1    Waktu dan Tempat
Praktikum pengenalan alat ini dilaksanakan pada hari Jumat, 20 Maret 2015 pukul 13.30 - 15.30 WITA, di lahan Fakultas Kehutanan, Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah waterpass, bak ukur, GPS, kaki tiga, meteran, patok, payung, dan alat tulis menulis.
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kertas grafik dan kertas kalkir.
3.3     Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum profil memanjang  adalah sebagai berikut:
1.      Mengukur garis lurus sepanjang 30 meter.
2.      Membagi panjang tersebut menjadi tiga slag dengan jarak antar slag 10 meter.
3.      Menentukan titik pengukuran yaitu titik A, B, C, D, E, F, dan G.
4.      Mencari nilai elevasi dengan mengalibrasi GPS pada titik A.
5.      Memasang patok dengan interval 5 meter.
6.      Meletakkan kaki tiga pada slag 1 diantara titik A dan B.
7.      Memasang waterpass pada kaki tiga dan menguatkan pengunci pada waterpass.
8.      Mengatur bandul agar tepat di atas patok.
9.      Mengukur ketinggian dari permukaan tanah ke alat waterpass.
10.  Mengalibrasi waterpass dengan menyeimbangkan nivo.
11.  Mengatur fokus waterpass kemudian membidik bak ukur pada titik B sebagai titik B muka.
12.  Membaca skala yang ditunjukkan oleh benang atas (BA), benang tengah (BT), dan benang bawah (BB).
13.  Mengulangi prosedur 6-12 pada slag berikutnya.
14.  Mencatat data yang diperoleh.
15.  Melakukan pengolahan data dengan melakukan perhitungan:
a.       Menghitung kontrol:
Kontrol 1 =  BA + BB ...................................................................   (2)
Kontrol 2 =  2*BT .........................................................................   (3)
b.      Menghitung jarak optis:
Jarak optis =  (BA-BB)*100 ..........................................................   (4)
c.    Menghitung beda tinggi ( pergi:
 pergi =  BTb-BTm ...................................................................   (5)
d.   Menghitung beda tinggi  pulang:
 pulang =  BTb-BTm .................................................................   (6)
e.    Menghitung BedaTinggi   Rata-rata:
 Rata-rata   ................................................   (7)
f.        Mengitung error:
 ...............................................   (8)
g.      Menghitung C koreksi (k):
C koreksi (k) =  ......................................................................   (9)
h.      Menghitung setelah koreksi:
Setelah koreksi =   rata-rata - C koreksi ................................... (10)
i.        Menghitung elevasi (H) :
H =  Hi + i+1  .............................................................................. (11)
16. Menggambar sketsa profil memanjang di kertas grafik kemudian dipindahkan   dikertas kalkir.






IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengukuran Profil Memanjang Sesi Pergi
TITIK
PERGI (m)
TINGGI ALAT (m)
BELAKANG
MUKA
KONTROL:
BA+BB
JARAK BAK UKUR KE ALAT
KONTROL:2*BT
BT
BA
BT
BA
Belakang
Muka
Belakang
Muka
BB
BB
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
1,625
1,683


3,245

5


1,562
3,25
SLAG
I








1,48
B
1,665
1,738
1,253
1.35
3,35
2,539
5
5

1,612
1,189
3,33
2,506
SLAG II








1,5
C
1,673
1,714
1,243
1,303
3,336
2,483
5
5

1,622
1,18
3,346
2,486
SLAG III








1,45
D


1,265
1,338

2,557

4,6

1,219
2,53
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2015.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Profil Memanjang Sesi Pulang
TITIK
PULANG (m)
TINGGI ALAT (m)
BELAKANG
MUKA
KONTROL:
BA+BB
JARAK BAK UKUR KE ALAT
KONTROL:2*BT
BT
BA
BT
BA
Belakang
Muka
Belakang
Muka
BB
BB
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A


1,615
1,675

3,224

4,5

1,549
3,23
SLAG
I








1,52
B
1,649
1,712
1,642
1,703
3,29
3,276
5
5

1,578
1,573
3,298
3,284
SLAG II








1,45
C
1,185
1,243
1,673
1,743
2,356
3,365
5
5

1,113
1,622
2,37
3,346
SLAG III








1,55
D
1,256
1,338


2,557

5


1,219
2,53
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2015.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Beda Tinggi dan Elevasi
TITIK
BEDA TINGGI (m)
ELEVASI
PERGI
PULANG
RATA -RATA
KOREKSI
SETELAH TERKOREKSI
1
2
3
4
5
6
7
A





40
AB
0,372
0,034
0,203
0,121
0,082

B





40,082
BC
0,422
-0,457
0,4395
0,121
0,3185

C





40,4005
CD
0,408
-0,408
0
0,121
0,287

D





40,6875
JUMLAH
1,202
-0,84
0,6425
0,363
0,6875
161,17
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2015.
4.2   Pembahasan
Praktikum profil memanjang dilakukan di lahan fakultas kehutanan dengan panjang 30 m dan dibagi menjadi tiga slag. Masing-masing panjang slag yaitu 10 slag. Pengukuran memanjang ini bertujuan untuk untuk mendapatkan beda tinggi dari permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusumawati (2014), bahwa pengukuran menyipat datar mempunyai maksud untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik pada permukaan bumi.
Alat ukur yang digunakan dalam profil memanjang ini adalah waterpass. Waterpass digunakan karena garis bidiknya dalam keadaan mendatar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusumawati (2014), alat ukur yang digunakan pada pengukuran beda tinggi metode sipat datar adalah waterpass, dimana garis bidiknya dalam keadaan mendatar.
Pengukuran beda tinggi dengan waterpass yaitu menentukan beda tinggi antara dua titik. Setelah menentukan dua titik, kemudian menghitung selisih bacaan benang tengah rambu muka dan rambu belakang yang didirikan pada kedua titik tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arifin (2011), bahwa prinsip pengukuran beda tinggi dengan alat sipat datar adalah menentukan beda tinggi antara dua titik dengan menghitung selisih bacaan benang tengah rambu muka dan rambu belakang yang didirikan pada kedua titik tersebut. (Arifin, 2011).
Pengolahan data pertama yaitu dengan melakukan perhitungan kontrol. Kontrol pertama dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai batas atas dan batas bawah. Kontol kedua dilakukan dengan cara nilai batas tengah dikalikan dengan dua. Nilai dari kontrol pertama dan kontrol kedua kemudian dibandingkan. Jika nilai kontrol pertama dan kedua sama berbeda, berarti ada kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran di lapangan. Hasil yang didapatkan dari perbandingan nilai kontrol tersebut, baik untuk sesi pergi dan pulang berbeda. Hasil yang berbeda tersebut diduga karena kekeliruan dalam membaca angka pada benang atas, benang tengah, dan benang bawah pada saat pengukuran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arifin (2011), bahwa kekeliruan dalam membaca rambu ukur akan sangat berpengaruh pada saat pengolahan data.
Koreksi jarak dilakukan dengan melakukan pengolahan data jarak optis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusumawati (2014), bahwa jarak diukur dengan pita ukur dan dicek dengan jarak optis. Perhitungan jarak optis dilakukan dengan cara mengurangi nilai batas atas dan batas bawah kemudian dikalikan dengan seratus. Jarak yang terukur pada saat pengamatan lapangan yaitu 5 m, namun nilai yang sangat berbeda pada saat pengolahan optis, yaitu berkisar 10-13 m. Hasil yang berbeda ini diduga karena kekeliruan dalam membaca rambu ukur.
Lahan yang telah diamati tampak tidak rata jika dilihat secara langsung. Begitu pula dengan hasil pengolahan tanah dimana nilai elevasinya berbeda-beda. Perbedaan nilai elevasi antara kedua titik diketahui dari beda tinggi dari dua titik. Elevasi menunjukkan ketinggian yang diukur terhadap bidang datum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gusnadi (2012), elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum. Nilai elevasi pada praktikum ini semakin naik.
Nilai elevasi merupakan nilai yang menentukan metode galian dan timbunan (cut and fill). Galian dan timbunan berhubungan dengan volume tanah.  Hal ini sesuai dengan pernyataan Kahar, Kasida, dan Awaluddin (2013), bahwa penggalian dan penimbunan tanah merupakan salah satu bidang pekerjaan yang erat kaitannya dengan perhitungan volume. Perhitungan volume menjadi sangat penting dalam bidang tersebut karena berhubungan dengan volume tanah yang dibutuhkan untuk digali atau ditimbun berdasarkan rencana proyek,
Berbagai kekeliruan yang didapatkan dalam proses pengamatan di lapangan dilihat dari pengolahan data. Ketelitian diperlukan ketika proses pengukuran di lapangan berlangsung. Salah satunya adalah ketika pembacaan angka pada rambu ukur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arifin (2011), yaitu kekeliruan dalam membaca angka pada rambu. Kekeliriuan ini dapat diatasi dengan membaca ketiga benang diafragma.
Kesalahan dalam proses pengukuran lainnya, yaitu pengaruh karena masuknya statif alat penyipat datar ke dalam tanah. Alat penyipat datar selama pengukuran mungkin saja bergerak ke samping ataupun ke bawah, sehingga gelembung nivo pada alat penyipat datar tidak di tengah lagi, dengan demikian garis bidik tidak mendatar lagi. Meskipun demikian alat penyipat datar dapat saja bergerak ke dalam tanah tetapi gelembung nivo tetap di tengah. Masuknya statif penyipat datar ke dalam tanah akan memberi pengaruh pada hasil pengukuran.
Ada pengaruh sinar matahari dan getaran udara. Alat penyipat datar apabila selalu kena sinar matahari maka akan menimbulkan perubahan pada gelembung nivo sehingga akan mengakibatkan kesalahan pada hasil pengukuran. Untuk menghindari hal tersebut pada waktu pengukuran alat penyipat datar harus dilindungi dengan payung. Pengaruh getaran udara ini dapat di hindari dengan melakukan pengukuran pada waktu lapisan udara tenang yaitu waktu pagi dan sore.












V.  PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum profil memanjang adalah:
1.      Pengukuran memanjang bertujuan untuk untuk mendapatkan beda tinggi dari permukaan tanah.
2.      Nilai elevasi pada praktikum ini semakin naik.
3.      Pengolahan data seperti menghitung beda tinggi, jarak optis, dan kontrol dilakukan untuk membandingkan data yang telah diperoleh dilapangan dengan data yang seharusnya terbaca. Karena nilai data yang diperoleh di lapangan dengan data kontrol, beda tinggi, jarak optis berbeda, maka data yang diperoleh kurang akurat.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikum profil memanjang dilakukan di lahan yang memilii ketinggian lahan yang bervariasi, namun tetap memerhatikan tinggi lahan tersebut agar waterpass masih bisa menjangkau ketinggian tersebut.










DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2011. Modul Kuliah Ilmu Ukur Tanah. Pusat Pengembangan Bahan Ajar UMB: Bogor.

Arifin, Zainal. 2011. Teori Sipat Datar. Pusat Pengembangan Bahan Ajar UMB: Bogor.

Ferdian, Feri. 2012. Perhitungan Profil Memanjang. http://digilib.its.ac.id. Diakses pada Hari Senin, 23 Maret 2015 pukul 20.00 WITA.

Gusnadi, Irpal. 2012. Ilmu Ukur Tanah. TPWK Universitas Negeri Riau: Riau.

Hidayat, Nursyamsu. 2013. Sipat Datar/Levelling/Waterpassing. Program Diploma Teknik Sipil UGM: Yogyakarta.

Kusumawati, Yuli. 2014. Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah. Pusat Survei Geologi: Bandung.

Sudaryatno dan Ibnu Kadyarsi. 2012. Buku Ajar Mata Kuliah Ilmu Ukur Tanah. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Kahar, S., Kasida, A., & Awaluddin, M. 2013. Perbandingan Ketelitian Perhitungan Volume Galian Menggunakan Metode Cross Section dan Aplikasi Lain (Studi Kasus: Bendungan Pandanduri Lotim). Jurnal Geodesi Undip , 3-12.

Amanullah, F., & Khomsin. (2013). Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill. Jurnal Teknik POMITS , 10-17.










Komentar