I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Setiap
kali merencanakan sesuatu memerlukan pertimbangan agar rencana tersebut
berjalan sesuai yang diharapkan. Perencanaan pembuatan jalan, jalan kereta api,
saluran dll, merupakan beberapa contoh rencana yang kompleks yang tentunya
diperlukan pertimbangan. Ilmu ukur wilayah dapat dijadikan sebagai parameter
pertimbangan dalam perencanaan yang berhubungan dengan tanah.
Ilmu
ukur wilayah berkaitan dengan kegiatan surveying
atau kegiatan mengamati. Kegiatan survei terdiri dari pekerjaan lapangan dan
pekerjaan kantor. Pekerjaan lapangan secara garis besar meliputi pengukuran
kerangka dasar horizontal, pengukuran
kerangka dasar vertikal, dan pengukuran detil. Sedangkan pekerjaan kantor
meliputi perhitungan dan penggambaran.
Pada
saat melakukan pengamatan di lapangan, terdapat kemungkinan ditemukan suatu
wilayah atau lahan yang tidak rata. Lahan yang tidak rata tersebut dapat diukur
dengan metode pengukuran sipat datar. Pengukuran sipat datar. Pengukuran sipat
datar mempunyai maksud untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik pada
permukaan bumi. Penentuan beda tinggi pada permukaan bumi bermanfaat untuk perencanaan
jalan, dsb.
Dalam
melakukan metode penyipat datar, alat penunjang pengukuran serta cara mengoperasikan alat-alat tersebut harus
diketahui agar meminimalisir terjadinya kekeliruan saat pembacaan data. Selain
itu, prosedur dalam mengukur sipat datar juga harus diketahui. Hal ini bertujuan
agar adanya efisiensi waktu ketika proses pengukuran berlangsung.
Setelah
melakukan pengukuran penyipat datar, hasil yang diperoleh dituangkan dalam
bentuk gambar. Gambar inilah merupakan keluaran dari pengamatan yang dilakukan
di lapangan. Gambar dalam penyipat datar dapat berupa profil memanjang dan
potongan tegak lapangan.
Berdasarkan
uraian-uraian tersebut, maka praktikum mengenai profil memanjang dilakukan agar
prosedur memanjang dapat diketahui serta mampu menuangkannya dalam gambar
profil memanjang dan potongan tegak memanjang dari lahan yang diamati.
1.2
Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum profil memanjang adalah agar mahasiswa mengenal metode atau prosedur pengukuran profil memanjang,
mampu menggambarkan profil memanjang dari suatu bentang
alam,
dan mampu menggambarkan potongan tegak
lapangan untuk kepentingan pembangunan.
Sedangkan
kegunaan dari praktikum ini adalah untuk
membuat trase kereta api, jalan raya,
saluran air, pipa air minum, riool
dan lain-lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ilmu
Ukur Wilayah
Surveying (pengukuran) adalah suatu disiplin ilmu yang
mencakup semua metode mengukur, memproses, dan menyebarluaskan informasi
mengenai bentuk fisik bumi dan lingkungannya. Secara sederhana, surveying meliputi pekerjaan pengukuran
jarak dan sudut. Jarak bisa berupa jarak dalam arah vertikal (yang disebut juga
ketinggian) maupun jarak horizontal.
Begitu juga dengan sudut, bisa diukur dalam bidang vertikal maupun horizontal (Kusumawati, 2014).
Ilmu ukur tanah (land surveying) adalah suatu tindakan untuk memperoleh gambaran
yang menyeluruh dari bentuk-bentuk di permukaan bumi. Cara memperoleh gambaran
tersebut dengan jalan pengamatan dan pengukuran. Setelah memperoleh gambaran, hasil
pengamatan dan pengukuran berupa gambar tersebut dituangkan ke atas kertas gambar
atau bidang datar (Sudaryatno, 2012).
Menurut Kusumawati (2014), berdasarkan luas
cakupan daerah pengukurannya, surveying
dikelompokkan menjadi:
1. Survei geodesi (geodetic surveying), dengan luas cakupan pengukuran lebih dari 37
km x 37 km. Rupa muka bumi merupakan permukaan lengkung.
2. Survei tanah datar (plane surveying) atau ilmu ukur tanah, dengan luas cakupan
pengukuran maksimum 37 km x 37 km. Rupa muka bumi dianggap sebagai bidang
datar.
Menurut Sudaryatno (2012), terdapat tiga
tahapan utama dalam kerja ukur tanah, yaitu:
1. Melihat gambaran secara umum (taking a general view), yaitu untuk
mendapatkan gambaran umum terhadap daerah yang akan dipetakan sehingga dapat
ditentukan langkah-langkah kerja pengukuran, metode pengukuran yang akan
digunakan, jumlah tenaga lapangan surveyor
yang dibutuhkan biaya serta waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut.
2. Observasi dan pengukuran (observation and measurement), dilakukan untuk mendapatkan hubungan
letak atau posisi antara titik-titik yang satu dengan yang lain, dengan
menentukan ukuran jarak, sudut horizontal,
kadang-kadang diperlukan pula letak vertikal antara titik terhadap titik yang
lain. Posisi yang dimaksudkan dapat
posisi relatif ataupun absolut. Dalam
tahap ini diperlukan pengertian yang cukup tentang penggunaan alat, spesifikasi
alat ukur serta metode pengukuran.
3. Penyajian (presentation),
data yang telah dikumpulkan harus disajikan dalam suatu bentuk peta dengan
simbol yang memudahkan bagi orang lain untuk mengetahui hasil pengukuran yang
telah disajikan dalam bentuk grafik atau profil ataupun bentuk peta.
Peta adalah gambaran dari detail yang ada di permukaan bumi yang
dipresentasikan di atas bidang datar. Penggunaan peta sangat berkaitan dengan
bidang-bidang tertentu, baik sebagai alat orientasi maupun analisis. Oleh
karena itu peranan peta sangat menentukan produk akhir bagi pekerjaan
perencanaan maupun analisis suatu masalah (Arifin, 2011).
2.2 Pengukuran
Sipat Datar
Pengukuran menyipat datar mempunyai maksud
untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik pada permukaan bumi. Alat ukur
yang digunakan pada pengukuran beda tinggi metode sipat datar adalah waterpass, dimana garis bidiknya dalam
keadaan mendatar. Beda tinggi dua titik adalah selisih antara dua bidang datar
yang melewati kedua titik yang diukur (Kusumawati, 2014).

Gambar 1. Profil Memanjang
Sumber: Kusumawati, 2014.
Datum merupakan
bidang mendatar yang melewati titik B. Dalam istilah geodesi, datum ketinggian
yang digunakan adalah berupa tinggi permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Berdasarkan datum
tersebut dapat dikembangkan jaringan levelling,
sebagai titik kontrol ketinggian yang biasanya di sebut Bench Mark (BM). Pengukuran
menyipat datar mempunyai maksud untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik
pada permukaan bumi. Sebagai acuan
terhadap penentuan tinggi titik-titik tersebut digunakan muka air laut rata-rata
(mean sea level) atau tinggi lokal
(Arifin, 2011).

Gambar 2.
Prinsip Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Datar
Sumber: Arifin, 2011.
Prinsip pengukuran beda tinggi dengan alat
sipat datar adalah menentukan beda tinggi antara dua titik dengan menghitung
selisih bacaan benang tengah rambu muka dan rambu belakang yang didirikan pada
kedua titik tersebut. Jika jarak antar titik kontrol pemetaan relatif jauh,
pengukuran beda tinggi dengan penyipat datar tak dapat dilakukan dengan satu
kali berdiri alat. Oleh karena itu antara dua buah titik kontrol yang
berturutan dibuat beberapa slag
dengan titik-titik bantu pengukurannya dibuat secara berantai (Arifin,
2011).

Gambar 3. Pengukuran Sipat Datar
Sumber:
Ferdian, 2012.
Menurut Gusnadi (2012), dalam pengukuran tinggi
ada beberapa istilah yang sering digunakan, yaitu :
1. Garis vertikal adalah garis yang menuju kepusat
bumi, yang umum dianggap sama dengan garis unting-unting.
2. Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus
garis vertikal pada setiap titik.
3. Bidang horizontal
berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.
4. Datum adalah bidang yang digunakan sebagai
bidang referensi untuk ketinggian, misalnya permukaan laut rata-rata.
5. Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang
diukur terhadap bidang datum.
6. Bench
Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah
diketahui elevasinya terhadap datum yang dipakai.
7. 1 slag
= satu kali alat berdiri untuk mengukur rambu muka dan belakang.
8. 1 seksi = terdiri dari beberapa slag yang diukur pulang – pergi.
9. 1 kring/
sirkuit = terdiri dari beberapa seksi yang membentuk sirkuit.

Gambar 4. Arah
Pergerakan Sipat Datar Memanjang
Sumber:
Gusnadi, 2012.
Pelaksanaan pengukuran sipat datar profil
memanjang tidak jauh berbeda dengan sipat datar memanjang, yaitu dilakukan
sepanjang garis tengah (as) jalur pengukuran dan dilakukan pada setiap
perubahan yang terdapat pada permukaan tanah. Jarak diukur dengan pita ukur dan
dicek dengan jarak optis. Hasil pengukuran ini nantinya merupakan titik ikat bagi
sipat datar profil memanjang maupun melintang (Kusumawati, 2014).
Menurut Ferdian (2012), koreksi kesalahan profil
memanjang apabila elevasi BM sudah diketahui, diketahui melalui:
1. Pada titik pengikatan dengan 1 BM, maka beda
tinggi dikoreksi dengan rata-rata pergi-pulang.
2. Pada titik pengikatan dengan 2 BM, maka perlu
meratakan kesalahan yang terjadi sepanjang pengukuran, dengan menghitung rata-rata
beda tinggi kemudian menghitung koreksi rata-rata.
2.3 Alat Penyipat Datar
Menurut
Hidayat (2013), peralatan yang digunakan ketika melakukan waterpassing adalah:
1. Dumpy
Level/Waterpass/Sipat Datar
Dumpy level adalah alat penyipat datar. Dalam pengukuran tanah, dumpy level dipasang diatas kaki tiga (tripod) dan pandangan dilakukan melalui
teropong, dalam hal ini memindahkan ketitik lainnya.
2. Levelling
Tripod
Merupakan
alat penegak atau mendirikan alat waterpass
yang disimpan diatas tripod (kaki
tiga) untuk menstabilkan alat yang
dipasang.
3. Levelling
Rods/Rambu Ukur
Syarat – syarat seperti rambu ukur untuk
penyipat datar adalah tidak boleh bergerak pada saat digunakan, berada pada
posisi tegak lurus serta meletakkan alat harus pada titikyang diamati. Pembacaan
rambu ukur adakalanya terjadi pemuaian dan penyusutan pada skala rambu ukur
akibat perubahan temperatur yang akan menyebabkan kesalahan dalam pembidikan
untuk pengambilan data.
4. Kompas
5. GPS
6. Measuring
Tools, dalam hal ini berupa meteran.
7. Payung, melindungi alat dari sinar matahari
langsung.
Menurut Arifin (2011), terdapat kemungkinan timbul
kekeliruan dalam proses pengukuran. Kekeliruan dalam pengukuran disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor tersebut adalah:
1. Kesalahan perorangan dan alat
a. Kekeliruan dalam membaca angka pada rambu dapat
diatasi dengan membaca ketiga benang diafragma.
b. Kekeliruan penulis dalam mencatat data ukur.
c. Karena kesalahan pemegang rambu waktu
menempatkan rambu di atas titik sasaran.
d. Garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo.
e. Kesalahan karena garis nol skala dan
kemiringanr rambu.
2.
Kesalahan yang bersumber dari alam
a.
Pengaruh melengkungnya
sinar (refraksi).
Sinar cahaya yang datang dari rambu ke alat
penyipat datar karena melalui lapisan-lapisan udara yang berbeda baik
kepadatan, tekanan maupun suhunya maka sinar yang datang bukanlah lurus
melainan melengkung.
b.
Pengaruh
melengkungnya bumi.
Sesuai dengan prinsip dasar pengukuran beda
tinggi, maka beda tinggi antara titik A dan B sama denagn jarak antara bidang nivo melalui titik A dan bidang nivo yang melalui b. Pengaruh
kelengkngan bumi pada rambu belakang adalah bb” sedangkan pada rambu muka
adalah mm”.
c.
Pengaruh karena
masuknya statif alat penyipat datar
ke dalam tanah.
Alat penyipat datar selama pengukuran mungkin
saja bergerak ke samping ataupun ke bawah, sehingga gelembung nivo pada alat penyipat datar tidak di
tengah lagi, dengan demikian garis bidik tidak mendatar lagi. Meskipun demikian
alat penyipat datar dapat saja bergerak ke dalam tanah tetapi gelembung nivo tetap di tengah. Masuknya statif penyipat datar ke dalam tanah
akan memberi pengaruh pada hasil pengukuran.
d.
Pengaruh
sinar matahari dan getaran udara
Alat penyipat datar
apabila selalu kena sinar matahari maka akan menimbulkan perubahan pada
gelembung nivo sehingga akan
mengakibatkan kesalahan pada hasil pengukuran. Untuk menghindari hal tersebut
pada waktu pengukuran alat penyipat datar harus dilindungi dengan payung.
Pengaruh getaran udara ini dapat di hindari dengan melakukan pengukuran pada
waktu lapisan udara tenang yaitu waktu pagi dan sore.
2.4 Galian dan Timbunan
Pengukuran topografi adalah suatu pekerjaan
penentuan tempat kedudukan baik secara horizontal
maupun vertikal pada segala sesuatu yang terdapat pada permukaan areal tanah
yang diukur. Pekerjaan pengukuran topografi berguna untuk mendapatkan data
pengukuran mengenai letak, elevasi dan konfigurasi dari areal tanah, dimana
data tersebut dapat dilukiskan pada suatu peta yang menggambarkan keadaan yang
sebenarnya yang dikenal dengan peta topografi. Pengukuran topografi juga
dilakukan di bidang pekerjaan penggalian dan penimbunan tanah. Penggalian dan
penimbunan tanah merupakan salah satu bidang pekerjaan yang erat kaitannya
dengan perhitungan volume. Perhitungan volume menjadi sangat penting dalam
bidang tersebut karena berhubungan dengan volume tanah yang dibutuhkan untuk
digali atau ditimbun berdasarkan rencana proyek, yang disebut cut and fill (Kahar, Kasida, & Awaluddin, 2013)
Galian dan timbunan atau yang lebih dikenal
oleh orang-orang lapangan dengan cut and
fill adalah bagian yang sangat penting baik pada pekerjaan pembuatan jalan,
bendungan, bangunan, dan reklamasi. Galian dan timbunan dapat diperoleh dari
peta situasi yang dilengkapi dengan garis - garis kontur atau diperoleh
langsung dari lapangan melalui pengukuran sipat datar sepanjang jalur proyek
atau bangunan. Perhitungan galian dan timbunan dapat dilakukan dengan
menggunakan peta situasi dengan metode penggambaran profil melintang sepanjang
jalur proyek atau metode grid (griding) yang meninjau galian dan
timbunan dari tampak atas dan menghitung selisih tinggi garis kontur terhadap
ketinggian proyek ditempat perpotongan garis kontur dengan garis proyek. Dalam
survei rekayasa, penentuan volume tanah adalah suatu hal yang sangat lazim.
Seperti halnya pada perencanaan pondasi, galian dan timbunan pada rencana
irigasi, jalan raya, jalan kereta api, penanggulangan sepanjang aliran sungai,
perhitungan volume tubuh bendung, dan lain-lain, tanah harus digali dan dibuang
ke tempat lain atau sebaliknya (Amanullah & Khomsin, 2013) .
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
pengenalan alat ini dilaksanakan pada hari Jumat, 20 Maret 2015 pukul 13.30 - 15.30
WITA, di lahan Fakultas Kehutanan, Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah waterpass,
bak ukur, GPS, kaki tiga, meteran, patok, payung, dan alat tulis menulis.
Sedangkan bahan
yang digunakan pada praktikum ini adalah kertas grafik dan kertas kalkir.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada
praktikum profil memanjang adalah
sebagai berikut:
1. Mengukur
garis lurus sepanjang 30 meter.
2. Membagi
panjang tersebut menjadi tiga slag
dengan jarak antar slag 10 meter.
3. Menentukan
titik pengukuran yaitu titik A, B, C, D, E, F, dan G.
4. Mencari
nilai elevasi dengan mengalibrasi GPS pada titik A.
5. Memasang
patok dengan interval 5 meter.
6. Meletakkan
kaki tiga pada slag 1 diantara titik
A dan B.
7. Memasang
waterpass pada kaki tiga dan
menguatkan pengunci pada waterpass.
8. Mengatur
bandul agar tepat di atas patok.
9. Mengukur
ketinggian dari permukaan tanah ke alat waterpass.
10. Mengalibrasi
waterpass dengan menyeimbangkan nivo.
11. Mengatur
fokus waterpass kemudian membidik bak
ukur pada titik B sebagai titik B muka.
12. Membaca
skala yang ditunjukkan oleh benang atas (BA), benang tengah (BT), dan benang
bawah (BB).
13. Mengulangi
prosedur 6-12 pada slag berikutnya.
14. Mencatat
data yang diperoleh.
15. Melakukan
pengolahan data dengan melakukan perhitungan:
a.
Menghitung kontrol:
Kontrol
1 = BA + BB ................................................................... (2)
Kontrol
2 = 2*BT ......................................................................... (3)
b. Menghitung
jarak optis:
Jarak
optis = (BA-BB)*100 .......................................................... (4)
c. Menghitung
beda tinggi (
pergi:


d. Menghitung
beda tinggi
pulang:


e. Menghitung
BedaTinggi
Rata-rata:




f.
Mengitung error:

g. Menghitung
C koreksi (k):
C
koreksi (k) =
...................................................................... (9)

h. Menghitung
setelah koreksi:
Setelah koreksi =
rata-rata - C koreksi ................................... (10)

i.
Menghitung elevasi (H) :
H
= Hi +
i+1
.............................................................................. (11)

16.
Menggambar sketsa profil memanjang di kertas grafik kemudian dipindahkan dikertas kalkir.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Tabel 1. Hasil
Pengukuran Profil Memanjang Sesi Pergi
TITIK
|
PERGI (m)
|
TINGGI ALAT (m)
|
||||||||
BELAKANG
|
MUKA
|
KONTROL:
BA+BB
|
JARAK BAK UKUR KE ALAT
|
|||||||
KONTROL:2*BT
|
||||||||||
BT
|
BA
|
BT
|
BA
|
Belakang
|
Muka
|
Belakang
|
Muka
|
|||
BB
|
BB
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|
A
|
1,625
|
1,683
|
3,245
|
5
|
||||||
1,562
|
3,25
|
|||||||||
SLAG
I
|
1,48
|
|||||||||
B
|
1,665
|
1,738
|
1,253
|
1.35
|
3,35
|
2,539
|
5
|
5
|
||
1,612
|
1,189
|
3,33
|
2,506
|
|||||||
SLAG II
|
1,5
|
|||||||||
C
|
1,673
|
1,714
|
1,243
|
1,303
|
3,336
|
2,483
|
5
|
5
|
||
1,622
|
1,18
|
3,346
|
2,486
|
|||||||
SLAG III
|
1,45
|
|||||||||
D
|
1,265
|
1,338
|
2,557
|
4,6
|
||||||
1,219
|
2,53
|
|||||||||
Sumber:
Data Primer Setelah Diolah, 2015.
Tabel 2. Hasil
Pengukuran Profil Memanjang Sesi Pulang
TITIK
|
PULANG (m)
|
TINGGI ALAT (m)
|
||||||||||
BELAKANG
|
MUKA
|
KONTROL:
BA+BB
|
JARAK BAK UKUR KE ALAT
|
|||||||||
KONTROL:2*BT
|
||||||||||||
BT
|
BA
|
BT
|
BA
|
Belakang
|
Muka
|
Belakang
|
Muka
|
|||||
BB
|
BB
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|||
A
|
1,615
|
1,675
|
3,224
|
4,5
|
||||||||
1,549
|
3,23
|
|||||||||||
SLAG
I
|
1,52
|
|||||||||||
B
|
1,649
|
1,712
|
1,642
|
1,703
|
3,29
|
3,276
|
5
|
5
|
||||
1,578
|
1,573
|
3,298
|
3,284
|
|||||||||
SLAG II
|
1,45
|
|||||||||||
C
|
1,185
|
1,243
|
1,673
|
1,743
|
2,356
|
3,365
|
5
|
5
|
||||
1,113
|
1,622
|
2,37
|
3,346
|
|||||||||
SLAG III
|
1,55
|
|||||||||||
D
|
1,256
|
1,338
|
2,557
|
5
|
||||||||
1,219
|
2,53
|
|||||||||||
Sumber:
Data Primer Setelah Diolah, 2015.
Tabel 3. Hasil
Perhitungan Beda Tinggi dan Elevasi
TITIK
|
BEDA
TINGGI (m)
|
ELEVASI
|
||||
PERGI
|
PULANG
|
RATA
-RATA
|
KOREKSI
|
SETELAH
TERKOREKSI
|
||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
A
|
40
|
|||||
AB
|
0,372
|
0,034
|
0,203
|
0,121
|
0,082
|
|
B
|
40,082
|
|||||
BC
|
0,422
|
-0,457
|
0,4395
|
0,121
|
0,3185
|
|
C
|
40,4005
|
|||||
CD
|
0,408
|
-0,408
|
0
|
0,121
|
0,287
|
|
D
|
40,6875
|
|||||
JUMLAH
|
1,202
|
-0,84
|
0,6425
|
0,363
|
0,6875
|
161,17
|
Sumber:
Data Primer Setelah Diolah, 2015.
4.2
Pembahasan
Praktikum
profil memanjang dilakukan di lahan fakultas kehutanan dengan panjang 30 m dan
dibagi menjadi tiga slag.
Masing-masing panjang slag yaitu 10 slag.
Pengukuran memanjang ini bertujuan untuk untuk mendapatkan beda tinggi dari
permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusumawati (2014), bahwa pengukuran menyipat datar mempunyai maksud
untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik pada permukaan bumi.
Alat ukur yang digunakan dalam profil memanjang
ini adalah waterpass. Waterpass digunakan karena garis
bidiknya dalam keadaan mendatar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusumawati
(2014), alat ukur yang digunakan pada pengukuran beda tinggi metode sipat datar
adalah waterpass, dimana garis
bidiknya dalam keadaan mendatar.
Pengukuran beda tinggi dengan waterpass yaitu menentukan beda tinggi
antara dua titik. Setelah menentukan dua titik, kemudian menghitung selisih
bacaan benang tengah rambu muka dan rambu belakang yang didirikan pada kedua
titik tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arifin (2011), bahwa prinsip
pengukuran beda tinggi dengan alat sipat datar adalah menentukan beda tinggi
antara dua titik dengan menghitung selisih bacaan benang tengah rambu muka dan
rambu belakang yang didirikan pada kedua titik tersebut. (Arifin,
2011).
Pengolahan data pertama yaitu dengan melakukan
perhitungan kontrol. Kontrol pertama dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai
batas atas dan batas bawah. Kontol kedua dilakukan dengan cara nilai batas
tengah dikalikan dengan dua. Nilai dari kontrol pertama dan kontrol kedua
kemudian dibandingkan. Jika nilai kontrol pertama dan kedua sama berbeda,
berarti ada kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran di lapangan. Hasil yang
didapatkan dari perbandingan nilai kontrol tersebut, baik untuk sesi pergi dan
pulang berbeda. Hasil yang berbeda tersebut diduga karena kekeliruan dalam
membaca angka pada benang atas, benang tengah, dan benang bawah pada saat
pengukuran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arifin (2011), bahwa kekeliruan
dalam membaca rambu ukur akan sangat berpengaruh pada saat pengolahan data.
Koreksi jarak dilakukan dengan melakukan
pengolahan data jarak optis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusumawati
(2014), bahwa jarak diukur dengan pita ukur dan dicek dengan jarak optis.
Perhitungan jarak optis dilakukan dengan cara mengurangi nilai batas atas dan
batas bawah kemudian dikalikan dengan seratus. Jarak yang terukur pada saat
pengamatan lapangan yaitu 5 m, namun nilai yang sangat berbeda pada saat
pengolahan optis, yaitu berkisar 10-13 m. Hasil yang berbeda ini diduga karena
kekeliruan dalam membaca rambu ukur.
Lahan yang telah diamati tampak tidak rata jika
dilihat secara langsung. Begitu pula dengan hasil pengolahan tanah dimana nilai
elevasinya berbeda-beda. Perbedaan nilai elevasi antara kedua titik diketahui
dari beda tinggi dari dua titik. Elevasi menunjukkan ketinggian yang diukur
terhadap bidang datum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gusnadi (2012), elevasi
adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum. Nilai
elevasi pada praktikum ini semakin naik.
Nilai elevasi merupakan nilai yang menentukan
metode galian dan timbunan (cut and fill).
Galian dan timbunan berhubungan dengan volume tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kahar,
Kasida, dan Awaluddin (2013), bahwa penggalian dan penimbunan tanah merupakan
salah satu bidang pekerjaan yang erat kaitannya dengan perhitungan volume.
Perhitungan volume menjadi sangat penting dalam bidang tersebut karena
berhubungan dengan volume tanah yang dibutuhkan untuk digali atau ditimbun
berdasarkan rencana proyek,
Berbagai kekeliruan yang didapatkan dalam
proses pengamatan di lapangan dilihat dari pengolahan data. Ketelitian
diperlukan ketika proses pengukuran di lapangan berlangsung. Salah satunya adalah
ketika pembacaan angka pada rambu ukur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arifin
(2011), yaitu kekeliruan dalam membaca angka pada rambu. Kekeliriuan ini dapat
diatasi dengan membaca ketiga benang diafragma.
Kesalahan dalam proses pengukuran lainnya, yaitu
pengaruh karena masuknya statif alat
penyipat datar ke dalam tanah. Alat penyipat datar selama pengukuran mungkin
saja bergerak ke samping ataupun ke bawah, sehingga gelembung nivo pada alat penyipat datar tidak di
tengah lagi, dengan demikian garis bidik tidak mendatar lagi. Meskipun demikian
alat penyipat datar dapat saja bergerak ke dalam tanah tetapi gelembung nivo tetap di tengah. Masuknya statif penyipat datar ke dalam tanah
akan memberi pengaruh pada hasil pengukuran.
Ada pengaruh sinar matahari dan getaran udara. Alat
penyipat datar apabila selalu kena sinar matahari maka akan menimbulkan
perubahan pada gelembung nivo
sehingga akan mengakibatkan kesalahan pada hasil pengukuran. Untuk menghindari
hal tersebut pada waktu pengukuran alat penyipat datar harus dilindungi dengan
payung. Pengaruh getaran udara ini dapat di hindari dengan melakukan pengukuran
pada waktu lapisan udara tenang yaitu waktu pagi dan sore.
V.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum profil memanjang
adalah:
1. Pengukuran
memanjang bertujuan untuk untuk mendapatkan beda tinggi dari permukaan tanah.
2. Nilai elevasi pada praktikum ini semakin naik.
3. Pengolahan data seperti menghitung beda tinggi,
jarak optis, dan kontrol dilakukan untuk membandingkan data yang telah
diperoleh dilapangan dengan data yang seharusnya terbaca. Karena nilai data
yang diperoleh di lapangan dengan data kontrol, beda tinggi, jarak optis
berbeda, maka data yang diperoleh kurang akurat.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikum profil memanjang dilakukan
di lahan yang memilii ketinggian lahan yang bervariasi, namun tetap
memerhatikan tinggi lahan tersebut agar waterpass
masih bisa menjangkau ketinggian tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin,
Zainal. 2011. Modul Kuliah Ilmu Ukur Tanah.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar UMB: Bogor.
Arifin,
Zainal. 2011. Teori Sipat Datar.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar UMB: Bogor.
Ferdian,
Feri. 2012. Perhitungan Profil Memanjang.
http://digilib.its.ac.id.
Diakses pada Hari Senin, 23 Maret 2015 pukul 20.00 WITA.
Gusnadi,
Irpal. 2012. Ilmu Ukur Tanah. TPWK
Universitas Negeri Riau: Riau.
Hidayat,
Nursyamsu. 2013. Sipat
Datar/Levelling/Waterpassing. Program Diploma Teknik Sipil UGM: Yogyakarta.
Kusumawati,
Yuli. 2014. Catatan Kuliah Ilmu Ukur
Tanah. Pusat Survei Geologi: Bandung.
Sudaryatno
dan Ibnu Kadyarsi. 2012. Buku Ajar Mata
Kuliah Ilmu Ukur Tanah. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Kahar, S., Kasida, A., & Awaluddin, M. 2013.
Perbandingan Ketelitian Perhitungan Volume Galian Menggunakan Metode Cross
Section dan Aplikasi Lain (Studi Kasus: Bendungan Pandanduri Lotim). Jurnal
Geodesi Undip , 3-12.
Amanullah, F., & Khomsin. (2013). Studi
Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRP dan Total Station dalam Pengukuran Volume
Cut and Fill. Jurnal Teknik POMITS , 10-17.
Komentar
Posting Komentar